Jadikan Hati Seluas Telaga

29 April 2010

Siang itu Mbah Yai menghampiri seorang muridnya yang wajahnya belakangan ini
selalu tampak murung. "Saya lihat akhir-akhir ini sampean sering murung,Gus? Ada apa? Padahal ada banyak hal yang indah di dunia ini? Kemana perginya wajah bersyukurmu? "Tanya mbah Yai
.
"Ngaten Yai,,,Saya rasakan belakangan ini hidup saya penuh masalah. Rasanya Sulit bagi saya untuk tersenyum. Ada saja masalah datang seperti tak ada habis-habisnya, " jawab sang murid.

Mbah Yai tersenyum. "Gus,tolong ambilkan segelas air dan dua genggam garam. Bawa
kemari,Biar kuperbaiki suasana hatimu itu."Si murid pun beranjak pelan
tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan Yainya itu, lalu kembali lagi membawa gelas
dan garam sebagaimana yang diminta.

"Sekarang Coba sampean ambil segenggam garam, dan masukkan ke segelas air itu," kata mbah Yai.
"Setelah itu coba sampean minum airnya sedikit." Si murid pun melakukannya.
Wajahnya kini meringis karena meminum air asin. "Bagaimana rasanya?" tanya Mbah Yai.
"Asin, dan perut saya jadi mual yai,," jawab si murid dengan wajah yang masih
meringis.

Mbah Yai tersenyum melihat wajah muridnya yang meringis keasinan.
"Sekarang sampean ikut saya." Mbah Yai mengajak muridnya ke sendang di dekat
tempat mereka. "Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke sendang." Si murid
menebarkan segenggam garam yang tersisa ke sendang, tanpa bicara.
Rasa asin di mulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa asin dari mulutnya, tapi tak
dilakukannya. Rasanya tak sopan meludah di hadapan Yainya, begitu pikirnya.

"Sekarang, coba sampean minum air sendang itu," kata Mbah Yai sambil mencari batu
yang cukup datar untuk didudukinya, tepat di pinggir sendang. Si murid
menangkupkan kedua tangannya, mengambil air sendang, dan memasukkan ke
mulutnya lalu meneguknya. Ketika air sendang yang dingin dan segar mengalir di
tenggorokannya, Mbah Yai bertanya kepadanya, "Bagaimana rasanya?" "Segar,
segar sekali yai,," kata si murid sambil mengelap bibirnya dengan punggung tangannya.
Tentu saja, sendang ini berasal dari aliran sumber air di atas sana. Dan
airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawah. Dan sudah pasti, air sendang ini juga
menghilangkan rasa asin yang tersisa di mulutnya.

"Terasakah rasa garam yang sampean tebarkan tadi?" tanya mbah Yai "Tidak sama
sekali yai," kata si murid sambil mengambil air dan meminumnya lagi. Mbah Yai
hanya tersenyum memperhatikannya, membiarkan muridnya itu meminum air sendang
sampai puas.

"Gus," kata Sang Yai setelah muridnya selesai minum. "Segala masalah dalam
hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Hanya
segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kau alami sepanjang
kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Allah, sesuai untuk dirimu. Jumlahnya
tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurang dan tidak bertambah. Setiap manusia yang
lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia
seorang Nabi, yang bebas dari penderitaan dan masalah." Si murid terdiam,
mendengarkan.

"Tapi Gus, rasa “asin” dari penderitaan yang dialami itu sangat tergantung
dari besarnya kalbu yang menampungnya. Jadi,supaya tidak merasa menderita,
berhentilah jadi gelas. Jadikan kalbu dalam dadamu menjadi seluas telaga agar
sampean bisa menikmati hidup" (k_ndr)
 

Total Pageviews